Ketum Brigade Rakyat, Risman Nuryadi, Pertanyakan Peran GTRA Garut dan PTPN VIII
GARUT, NEWSLETTERJABAR.COM-- Terkait kasus dugaan penyerobotan lahan perkebunan PTPN VIII Blok Cisaruni oleh empat orang petani asal Desa Cikandang Kecamatan Cikajang yang sekarang telah beberapa kali digelar di persidangan, menurut Ketum Brigade Rakyat, Risman Nuryadi, S.H., M.H. sangat ironis karena kehadiran Perpres yang seolah bertolak belakang dengan program Negara yang dipersiapkan presiden Jokowi, yakni Reforma Agraria.
Dikatakan Risman, di sana ada penataan kembali pertanahan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 dengan maksud sebagai program penguatan Ekonomi untuk petani dan pengurangan kemiskinan.
"Dengan kejadian itu, justru kami prihatin dan mempertanyakan peran serta Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) secara langsung dan otomotis Ketua Gugus Tugasnya kepala Daerah atau Bupati Garut," ujar Risman.
Karena itu, jelas Risman, dengan kejadian yang menimpa keempat petani di Cikajang, Bupati sebagai Ketua GTRA harusnya turut menanganinya pula dengan langkah langkah persuasif dan preventif dengan berbagai pihak, salah satunya pihak perkebunan (PTPN VIII).
"Dan pihak PTPN tidak asal lapor saja. Jangan begitu," kata Risman.
Ditambahkan Risman, apalagi keberadaan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) itu harus diindahkan juga harus dihragai aturan tersebut.
"Dengan Restorative Justice penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula. Seharusnya di situ Peran GTRA. Jangan diam dan nonton saja dong," ungkap Risman.
Selanjutnya, pihak Risman juga bertanya tanya terkait Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT Perkebunan Nusantara VIII tersebut yang merupakan salah satu kegiatan PTPN sebagai entitas anak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau BUMN Pembina yang berpartisipasi untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya melalui Program Kemitraan atau dengan program usaha kecil dan mikro serta Program Bina Lingkungan/CSR.
"Seharusnya sektor Perkebunan perlu dikelola dengan baik agar mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat sebagaimana amanat UU Dasar 1945, khususnya pasal 33 yakni bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tutur Risman.
Sementara itu, jelas Risman, PKBL seharusnya dibentuk dengan dasar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN serta Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/04/2021 tanggal 20 April 2021 tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BUMN.
"Ditambah lagi mengenai penjelasan UU No. 39 tahun 2014 tentang perkebunan. Itu jelas mana posisi rakyat sekitar dan posisi perkebunan," tandas dia.
Menurutnya Risman, muatan Pasal 55 dan Pasal 107 UU Perkebunan tersebut mempunyai rasiologis untuk memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan hukum yang bersifat preventif, kepastian hukum, dan keadilan kepada para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari, atau berkelanjutan.
"Kemudian bicara tentang para pemangku kepentingan, tentu meliputi pemerintah, pelaku usaha perkebunan, masyarakat, dan masyarakat hukum adat," tutup Risman Nuryadi. (DN)
Komentar
Posting Komentar