Pelarangan Ekspor CPO, kembalinya Nawacita di Senja Kala
JAKARTA, NEWSLETTERJABAR.COM-- Terkait kekisruhan kondisi pasar minyak goreng di dalam negeri beserta tarik ulur kebijakan ekspor CPO yang sebelumnya disebutkan Presiden Jokowi sebagai hal yang dilarang, Kordinator Siaga 98, Hasanuddin, berpendapat, mekanisme pasar pada dasarnya jahat. Jum'at (29/04/ 2022)
"Ini adalah basis fundamental mengapa perdagangan diatur, dan pengaturannya dilakukan oleh suatu kementerian khusus; Kementerian Perdagangan, untuk membantu presiden menyelenggarakan pemerintahan negara," papar dia.
Dikatakan dia juga, dalam mekanisme pasar terdapat dua pihak yang bertransaksi --produsen dan konsumen-- untuk menyepakati harga dan kuantitas.
"Produsen menetapkan harga berbasis keuntungan, sementara konsumen berbasis kebutuhan," jelas Hasanuddin.
Jika mekanisme pasar ini dibiarkan, lanjut dia, maka produsen akan menarik keuntungan sebesar mungkin, sampai batas dimana mekanisme pasar menggali kuburannya sendiri.
"Pasar yang monopolistik dan kapitalistik bukan lagi mekanisme pasar, namun mekanisme oligopolistik dalam perekonomian," tandas dia.
Oleh sebab itulah, menurut Hasanuddin negara diperlukan hadir untuk mengatur mekanisme pasar agar tidak masuk pada perangkap mekanisme pasar yang pada dasarnya jahat, sebab keserakahan produsen menarik keuntungan secara tak terbatas.
Berdasarkan hal tersebut, kata dia, pemerintahan negara membentuk kementerian khusus mengatur perdagangan, yang sejatinya mengatur produsen untuk kepentingan konsumen mendapatkan kebutuhannya dalam batas jangkauannya, baik dari sisi kuantitas maupun harga.
"Dalam hal Minyak Goreng, dan atau pelarangan ekspor CPO jelas sekali dimana posisi Presiden Jokowi," sebut Hasanuddin.
Posisi Presiden tersebut, jelas dia, yakni pada ketersediaan dan harga minyak goreng yang bertujuan untuk melindungi konsumen, dan melalui keputusan pelarangan ekspor CPO yang memiliki tujuan jelas.
Selain itu, lanjut dia, memberikan sinyal kepada kementerian perdagangan beserta gerombolannya, agar berhenti bermain bersama produsen.
"Presiden mengambil alih tugas Kementerian Perdagangan dengan mengumumkan Pelarangan Ekspor CPO," ujar dia.
Sejauh itu, Hasanuddin berpendapat, betapa sulitnya menjadi Jokowi dikelilingi pembantu-pembantu bermental produsen, dan beberapa teoritisi ekonomi pasar bebas berbasis produsen pada dasarnya baik.
Dituturkan Hasanuddin, tanggal 28 sudah terlewati, kini masuk pada hari kedua; ada beragam pendapat dan argumen diajukan dengan mens rea (niat untuk melakukan kejahatan) produsen.
"Di antaranya penerimaan negara berpotensi turun; potensi defisit neraca transaksi kuartal II-2022; terpengaruhnya nilai tukar rupiah atas dollar; gagalnya pemulihan ekonomi; Indonesia jadi sorotan dunia; harus ada kejelasan batas waktu pelarangan ekspor; dan Indonesia rawan digugat di WTO," rinci Hasanuddin.
Beruntungnya, sebut Hasanuddin, wacana tersebut tak menjadi fokus konsumen.
Hari ini, menurut dia, berjuta konsumen meski dalam kondisi sulit akibat Pandemi Covid-9 sedang berjibaku untuk pulang kampung memenuhi kerinduan berkumpul keluarga besar, antri dijalan, sabar dengan kemacetan, bahkan ada yang menempuh ratusan kilometer dengan bersepeda dan ada yang berjalan kaki untuk berkumpul di hari raya Idul Fitri; tetap bersemangat.
"Berbeda dengan para produsen CPO/minyak goreng dan bapak menteri dan gerombolannya, mungkin saat ini sedang duduk dengan kalkulator di tangan, berapa nilai keuntungan yang tak didapat akibat keputusan Jokowi yang pro konsumen," jelas dia.
"Semoga ini lonceng kembalinya Nawacita di Senja kala," sambung Hasanuddin memungkas. (*)
Komentar
Posting Komentar