Perlukah Ucapan Selamat, Waktu selalu Baru
NEWSLETTERJABAR.COM--
Waktu selalu Baru
Waktu tidak menunggu,
tidak juga bisa ditunggu.
Dia datang dan berlalu dengan kepastiannya.
Akan tetapi,
zaman akan berubah.
Melesat cepat tanpa kendali.
Meliuk dan menerjal
merubah segala kesan alami
menjadi rasa yang serba dijadi-jadi,
mengikuti selera 'modernisasi'.
Zaman akan kian berganti.
Bersalin rupa,
seperti wajah artis beroperasi plastik.
Memaksa jiwa melupakan anugrah.
Mengimingi diri menjadi pandir atas hidup hakiki.
Zaman kian melunjak.
Memerkosa ingatan.
Melupakan nostalgia indah,
yang dulu terpijaki langkah-langkah insan dengan cinta penuh kebersahajaan.
Zaman penuh munafik.
Mendustakan banyak karunia.
Mengingkari nikmat yang berbilang desah nafas sehari-hari.
Semakin waktu berjalan,
rupa zaman yang kita lakoni sebenarnya ibarat kegelapan.
Gelap, menyerupai belantara kelam,
dalam tatanan hasrat rimba liar.
Pada demikian, hanya orang sesatlah yang dapat berjalan dengan cepat
dan mencapai 'kemenangan'.
Dan pada banyak 'kemenangan'-nya itu, sering kali diiringi derai tawa pelecehan dari kesombongannya.
Zaman semakin curam dan terjal bagi orang jelata.
Si Jelata tidak sadar berada di mana, kecuali merasa tidak punya pijakan.
Nyali kita tersendat dalam pekat aturan yang mengerdilkan.
Kita dibuatnya lunglai dalam kesangsian masa depan sesama jelata.
Itulah rupa zaman yang sebenarnya.
Manusia-manusia pandir tampil mengisi atmosfir negeri dengan pasih.
Tiada kebenaran sejati.
Dan kepalsuan menyergap diri menjadi sangat nisbi, malah nihil arti.
Penghuni bumi nyaris banyak yang mirip jelmaan iblis,
Memutar balik makna pahala dengan siksa.
Mengatrekan kebenaran di urutan paling belakang;
atau malah tak punya bagian panggilan sama sekali
Itulah rupa zaman yang sebenarnya.
Membuat batin semakin ngeri dan miris dari setiap langkah yang mengiringi detik ke detiknya
Dan detik-detik demikian
senyatanya akan menjemput takdir setiap diri, menurut garisan motif yang diniatinya. (*)
Toni Gempur '60
Komentar
Posting Komentar