Kebudayaan Identitas Bangsa Kita


Oleh Idat Mustari


NEWSLETZERJABAR.COM-- Indonesia merupakan negara yang begitu beragam budayanya; indah, dan begitu berbudi rakyatnya.


Di negeri ini, dari Sabang sampai Merauke, terdapat sekitar 17.500 pulau, 400 lebih bahasa lokal, dan 600 lebih etnis.


Kita boleh bayangkan, di negeri kaya akan kebudayaan ini ada ratusan ribu kesenian, yang kadang luput dari perhatian kita. Di Jawa Barat saja kita tidak tahu ada berapa ribukah kesenian yang tenggelam dari permukaan karena boleh jadi kita lama tidak peduli lagi.


Dalam pemahaman saya, eksistensi kebudayaan di dalam sebuah Negara-Bangsa laiknya ciri atau penanda bahwa kita merupakan bagian dari negeri ini.Begitupun para founding father Indonesia menjadikan budaya sebagai landasan Negara, yakni Pancasila.


Menurut beberapa ahli antropologi, kebudayaan memiliki tiga wujud. Pertama, wujud ide, yakni berupa tatakrama, nilai, ideologi, dan gagasan. Pancasila sebagai landasan utama Negara Republik Indonesia merupakan wujud kebudayaan. Kedua, wujud aktivitas, yakni segala kegiatan yang berdimensi indah, menyenangkan, dan mencerminkan kepribadian bangsa. Tari Jaipongan, Pencak Silat, Benjang, Karinding, Reog Ponorogo, Tari Topeng, Cianjuran, dan kesenian lain dapat dikategorikan sebagai kebudayaan berwujud aktivitas. Ketiga, wujud benda atau artepak, yakni benda-benda yang diwariskan karuhun kita semua, bisa dalam bentuk senjata seperti kujang, keris, bedog, kolewang, kendang, Goong, dan lain sebagainya. 


Saya memerhatikan perkembangan zaman, bahwa arus globalisasi begitu dahsyat gelombangnya. Tak heran pihak asing mengimpor kebudayaan untuk menghancurkan jati diri dan identitas bangsa ini. Karena itu, upaya resistensi terhadap pihak asing mutlak diperlukan agar kita tetap menjadi warga Negara yang berbudaya.


Namun, saya sangat menyayangkan atas sikap acuh tak acuh pemerintah terhadap warisan Nenek moyang kita. Kesenian daerah yang tidak diproteksi dengan cara-cara konstitusional menjadikan kesenian kita rawan diklaim pihak asing. Kita begitu acuh tak acuh pada kebudayaan dan baru ramai memperhatikan budaya ketika Negara tetangga kita, Malaysia,yang secara antropologis adalah “keponakan” kita,  mengklaim kebudayaan warisan nenek moyang tanpa rasa malu.


Salah satu kasus yaitu ketika bangsa ini digegerkan oleh berita bahwa Negara tetangga, Malaysia, mengklaim Reog Ponorogo,sebagai kesenian asli mereka, padahal kita semua tahu bahwa kesenian itu merupakan kesenian asli di Jawa Timur.


Saya tidak mengerti, apakah pemimpin di negeri ini tidak mengerti sejarah bangsa kalau saja kesenian Reog Ponorogo itu ialah warisan kultural bangsa kita. Ataukah memang terlalu rendah hati, sabaran sehingga ketika Reog Ponorogo diklaim Malaysia sebagai karyanya sehingga adem-adem saja. Atau juga memang sudah tidak ada lagi keberanian di hati mereka?


Sejak zaman dahulu, negeri kita adalah negeri besar dan bermartabat karena kita begitu kaya akan kebudayaan. Coba kita hitung dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia, berapa ratus ribu para pendekar pencak silat yang gugur untuk mengusir penjajah? Mungkin, kita juga mengenal legenda tokoh dari Betawi Si Pitung. Ia adalah seorang pendekar jago silat yang melawan kompeni. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga menempa para santri dan pengikutnya dengan seni bela diri untuk mengusir penjajah. Sehingga kita akan mengenal bagaimana jagoannya Sentot Ali Basha yang menjadi pejuang gagah berani pada "Perang Diponegoro" karena memiliki wawasan bela diri yang luhung. 


Kesenian merupakan salah satu wujud dari kebudayaan. Karena seni sebagai bagian kebudayaan, sebagai hasil olah pikir, rasa, cipta dan karsa; selama itu pula seni akan terus bertransformasi ke arah yang lebih indah dan memukau.


Suatu kali teman saya mengkritik rasa kekhawatiran saya terhadap tumpurnya seni dan budaya ketika tiada lagi kepedulian bangsa terhadap warisan nenek moyangnya. "Kebudayaan itu selalu berkembang dan berveolusi, jadi tak usah sewot ketika seni Reog Ponorogo, diklaim bangsa lain. Daripada di negeri sendiri tidak diperhatikan mendingan hidup di negeri orang lain."  Begitu kata kawan saya.


Tetapi saya tetap kurang setuju dengan pendapat kawan saya itu, karena bagi saya seni dan budaya merupakan identitas yang harus tetap dijaga dan dipelihara.


Hari ini, mungkin, Reog Ponorogo yang diklaim negara tetangga Malasyia; tetapi esok lusa mungkin giliran kesenian Benjang, Pencak Silat, Tari Topeng, Cianjuran dan Angklung yang kelak diambil pula oleh bangsa lain, sehingga kita akan menjadi bangsa kebingungan karena tiada lagi ada yang bisa dijadikan identitas bangsa ini.


Saya tetap dengan pemahaman saya bahwa budaya ialah identitas bangsa. Ketika kita bertemu dengan warga Amerika di New York, yang dilihat bukanlah warna kulit sawo matang orang-orang Indonesia. Tetapi, yang menjadi kita dikenal ialah karena kebudayaannya, sebab kalau yang dinilai warna kulitnya, di Amerika sana, orang Filipina juga berkulit sama dengan kita. Yang membedakan kita dengan orang-orang Filipina di Amerika sana ialah kebudayaan. Seperti halnya masyarakat Tionghoa, dalam adegan film-film Holywood, selalu diidentikkan dengan Atraksi Barongsai yang tentunya membedakannya dengan bangsa Jepang, yang lekat dengan baju Kimono-nya dan seni bela diri Samurai. 


Kita membutuhkan pemimpin yang berkata dan bertindak ketika ada bangsa lain yang berusaha mencuri warisan dari nenek moyang kita yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dalam hidupnya. (*)


Catatan: tulisan ini merupakan kenangan ceramah di panggung   Pentas Seni Budaya di Pasulukan Ganda Sasmita Pimpinan Mama H. Drajat Tanggal, 27 april 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koperasi MBSB Buka Kantor Cabang Perwakilan di Pangatikan dan Cibatu

Ahmad Bajuri : Koperasi MBSB Siap Bantu Pemasaran dan Promosi Pelaku UMKM Garut

Relawan SIAP NDan Ucapkan Selamat dan Sukses Atas Ditunjuknya Dandan Maju Calon Walikota Bandung