Raja Brawijaya V Alias Raja Majapahit XII Memilih Islam dan Menjadi Rakyat Desa Biasa
oleh Kang Oos Supyadin
Garut Selatan
NEWSLETTERJABAR.COM-- Bermula dari sejarah Kerajaan Majapahit yang merupakan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Kerajaan yang didirikan oleh Raden Wijaya alias Jaka Sesuruh/Prabu Kertajasa Jayawardhana putra Rakeyan Jayadarma putra Prabu Guru Darmasiksa (Raja Sunda Galuh) sekitar tahun 1293 ini, memerintah selama 234 tahun, yakni tahun 1293-1527. Selama masa kekuasaan tersebut, Majapahit telah diperintah oleh 12 raja dan 2 penguasa pada masa post period.
Masa kejayaan Majapahit dicapai pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk atau Maharaja Sri Rajasanagara (1350-1389). Pada masa itu, Raja Hayam Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada yang tersohor akan sumpah Palapa yang diucapkannya.
Sejak masa pemerintahan Raja Kertawijaya (raja Majapahit VIII), gelar Brawijaya mulai digunakan. Penyandangan gelar tersebut dilakukan sebagai sebuah strategi politik, yakni untuk memperkuat kedudukan Kertawijaya sebagai keturunan langsung dari Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit. Mengingat, secara epistemologi berasal dari kata "bra" yang berarti raja, dan "wijaya" yang berarti keturunan Raden Wijaya.
Kekuasaan Majapahit mulai runtuh pada masa pemerintahan Raja Kertabhumi, yang bergelar Raja Brawijaya V. Raja Brawijaya V merupakan keturunan dari Raja Rajasawardhana, yang bergelar Raja Brawijaya II.
Penguasa Majapahit menurut Serat Pararaton sebagai berikut:
1. Raden Wijaya / Jaka Sesuruh / Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
2. Kalagamet /bSri Jayanagara (1309-1328)
3. Sri Gitarja / Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
4. Hayam Wuruk / Sri Rajasanagara (1350-1389)
5. Wikramawardhana (1389-1429)
6. Ratu Suhita / Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
7. Kertawijaya / Brawijaya I (1447-1451)
8. Rajasawardhana / Brawijaya II (1451-1453)
9. Purwawisesa /Girishawardhana /Brawijaya III (1456-1466)
10. Bhre Pandansalas / Suraprabhawa / Brawijaya IV (1466-1468)
11. Bhre Kertabumi/ Raden Alit / Brawijaya V (1468 -1478)
12. Girindrawardhana / Brawijaya VI (1478-1489)
13. Patih Udara (1489-1527)
Menyorot sosok Raja Brawijaya V, kisah menghilangnya sang Raja hingga kini masih menjadi perdebatan. Mengingat, pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V, perkembangan Islam mulai memasuki Majapahit. Kerajaan Majapahit mulai terdesak dengan perkembangan Islam yang pesat.
Ketua Pusat Studi Peradaban Universitas Brawijaya, Mochammad Fadli mengungkapkan, ada banyak versi terkait meninggalnya Raja Brawijaya V, sang Raja Majapahit XII. Versi pertama, kata Fadli, Raja Brawijaya V diyakini menghilang atau dalam konsep Hindu-Budha dikenal dengan istilah moksa. Moksa adalah kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi, sekaligus lepas dari putaran reinkarnasi kehidupan.
Versi kedua menyebutkan, Raja Brawijaya V menghilang lantaran dirinya menjadi Muslim dan berguru pada Sunan Ampel. Saat memeluk Islam, Prabu Brawijaya V memilih untuk menyepi ke sebuah desa, dengan menutupi identitasnya.
"Ada satu versi yang saya dengar dari sejarawan juga. Ketika masuk Islam, Prabu Brawijaya V ini, menyepi ke sebuah desa. Tetapi, Prabu Brawijaya ini punya tanda-tanda tertentu," ungkap Fadli, saat ditemui dalam acara Pameran Virtual Museum Brawijaya, Jumat (25/11).
Sunan Kalijaga yang mengetahui keberadaan Brawijaya V, meminta Raden Patah untuk menemui sang Raja. Raden Patah merupakan putera dari Raja Brawijaya V dengan salah satu selirnya, yang bernama Sie Tan Nio. Raden Patah adalah pendiri sekaligus Raja Demak pertama (Kerajaan Islam).
"Saat itu, Sunan Kalijaga memerintahkan Sultan Demak (Raden Patah) untuk mengunjungi. Tapi dia (Brawijaya V)sudah mengaku bukan Prabu Brawijaya V. Tapi Raden Patah mengetahui, jika itu adalah ayahnya, Prabu Brawijaya V," jelas Fadli.
Hingga saat ini, kebenaran kisah perkenalan Raja Brawijaya V dengan Islam masih ditelusuri. Penelusuran bukti-bukti sejarah terkait perjalanan Majapahit pun masih dilakukan hingga saat ini.
Brawijaya V alias Raden Alit memiliki 5 putra yaitu Rd. Patah, Rd. Bondan Kejawan alias Ki Lembu Peteng alias Ki Ageng Tarub II, Bathara Katong, Rd. Jaka Ketul dan Rd. Jaka Barak.
Rd. Bondan Kejawan berputra Ki Ageng Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela alias Abdurahman II alias Bagus Sogum berputra Ki Ageng Enis alias Ki Ageng Luwih berputra Kyai Gede Mataram alias Ki Ageng Pemanahan berputra Rd. Bagus Sutawijaya alias Kanjeng Panembahan Senopati berputra Rd. Mas Jolang berputra Pangeran Kusumahdiningrat berputra Sireupeun Cibuni Adung berputra Dalem Wiraha.
Dalam Sejarah Babon Leluhur Sukapura karya R Soelaeman Anggapradja tahun 1967, Wirawangsa merupakan putra pertama Dalem Wiraha yang menikah dengan putri dari Dalem Sukakerta (Sekarang Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya) dari keturunan Imbanagara Ciamis.
Dia diangkat Sultan Agung Mataram atas jasanya menumpas pemberontak Dipati Ukur di Priangan. Atas jasanya itu, Wirawangsa diberi gelar Raden Tumenggung Wira Dadaha sebagai Bupati Sukapura pertama yang membawahi 12 kewedanaan dan 300 desa.
Penobatan Wirawangsa sebagai Bupati Sukapura dikukuhkan melalui surat keputusan Sultan Agung Mataram yang isinya kira-kira "Surat ini dari Sultan Agung Mataram ditujukan kepada Wirawangsa yang telah setia pada Sultan, maka diangkat menjadi Menteri Agung Bupati Sukapura".
Dalam surat juga disebutkan, Wirawangsa membawahi 12 kawedanaan dan 300 desa dan diberi kemerdekaan sesuai keturunannya. Namun, Wirawangsa tidak diperbolehkan bertindak semaunya ke wilayah Banten dan Cirebon karena Banten dan Cirebon juga telah berjasa menjalankan hukuman mati pada Dipati Ukur.
Surat tersebut ditulis Sultan Agung Mataram yang disaksikan tujuh pejabat dengan nama penulisnya Nitisastra.
Dalem Wirawangsa alias Kanjeng Tumenggung Wiradadaha I wafat dengan meninggalkan 28 anak, maka jabatan Bupati Sukapura selanjutnya didapuk oleh putra ketiganya, yakni Djajamenggala yang memakai gelar Raden Tumenggung Wiradadaha II. Wira artinya prajurit dan Dadaha adalah pemberani atau prajurit pemberani.
Wiradadaha II wafat diganti oleh adiknya alias putra Dalem Wirawangsa ke 4 yaitu Rd Anggadipa alias Wiradadaha III yang lebih dikenal dengan nama Dalem Sawidak karena memiliki 62 putra.
Putra Dalem Sawidak yang ke 43 bernama Rd. Singadimanggala berputra Nyi Rd Ayu Salama yang menikah dengan turunan menak limbangan bernama Rd Bagus Rosid, dan pernikahannya memiliki seorang anak bernama Rd Hasan Balawi.
Rd. Hasan Balawi menikah dengan Nyi Rd Gandatia berputra 3 orang yaitu Raden pameget (nama belum tercatat), Nyi Rd Mantisah dan Ny Rd Sanisah.
Nyi Rd Mantisah menikah dengan Rd Munari penghulu limbangan putra Rd Nurhatim alias Nurulkosim penghulu limbangan putra Rd Aria Sutamerta putra Rd Aria Mertasinga (Bupati Limbangan Ke 2) putra Dalem Tumenggung Jiwamerta alias Sunan Denung putra Dalem Tumenggung Wangsanagara alias Sunan Karaseda alias Prabu Cakrawati (Susuhunan Kandangwesi di Dayeuhluhur Pakenjeng) putra Sunan Cipancar alias Wijayakusumah II putra Prabu Hande Limansenjaya Kusumah putra Prabu Laya Kusumah (yang menikah dengan Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Rumenggong) putra Prabu Siliwangi dari istrinya Ratu Ratnasih / Ratu Rajamantri putra Prabu Tirtakusumah.
Pernikahan Ny Rd Mantisah dengan Rd Munari memiliki 4 putra yaitu Rd Abukarim, Rd Jaelani, Rd Bunyamin dan Ny. Rd Rasijem.
Penulis merupakan keturunan yang ke 5 dari Rd Jaelani. Rd Jaelani berputra Muhamad Sa'i alias Madsa'i berputra
Uyut Muhamad Lamri alias Madlamri berputra Aki Guru R Atmasasmita (guru pertama yang membawa lagu Indonesia Raya ke wilayah Kewedaan Pameungpeuk) berputra Ny Nana Rukmanah berputra Oos Supyadin sebagai anak yang ke 14.
Dalam kajiannya penulis berkenyakitan bahwa Brawijaya V alias Rd Alit di akhir hayatnya memilih agama Islam sebagaimana yang dibawa oleh putranya Rd Patah sebagai pendiri kerajaan Demak terlebih Rd Alit menyempatkan belajar Islamnya ke Sunan Ampel.
Dari ringkasan sejarah diatas penulis pun nampak jelas memiliki hubungan nasab dengan pendiri Kerajaan Majapahit yakni Raden Wijaya alias Jaka Sesuruh putra Rakeyan Jayadarma putra Prabu Guru Darmasiksa Raja Sunda Galuh.
Semoga bermanfaat. (*)
Komentar
Posting Komentar