Kartini Pahlawan dari Peristiwa Lokal; Catatan untuk Kepahlawanan RA Lasminingrat
Oleh Hasanuddin
Alumnus Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB) Megawati Institut
NEWSLETTERJABAR.COM-- Pada mulanya saya tidak mengenal siapa itu RA. Kartini, tetapi ketika disekolah dasar (SD) dijelaskan soal sosok RA. Kartini, dan selalu masuk dalam daftar pertanyaan ujian yang diajukan.
Mulailah nama itu diingat; dipelajari sejarahnya; dipahami pemikirannya; dan hingga kini terkontruksi dalam pikiran bahwa RA Kartini adalah sosok pahlawan nasional yang berdampak luas menginspirasi banyak orangorang.
Sosok Kartini dikenal tidak hanya di kalangan orang-orang terdekatnya, tetapi juga dikenal secara luas, menasional.
Awalnya, tindakan RA Kartini bermula dari aktifitas kontemplasi-refleksi subjektif terhadap realitas, lalu menjadi suatu upaya yang membebaskan --suatu pemberontakan terhadap tata nilai yang ada di lingkungan sekitarnya, khususnya relasi sosialnya.
Kemudian, setelah Negara menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Nasional, nama, pemikiran, dan upaya emansipasinya makin meluas dan menjadi perbincangan tiap waktu.
Lalu bagaimana dengan RA Lasminingrat?
Sama seperti halnya RA Kartini. Secara metodologis dan historis, RA Lasmingrat pun mengalami pergolakan yang sama dalam dirinya, soal memahami realitas saat itu.
Mengalami situasi refleksi kritis terhadap keadaan era itu, lalu mengemansipasi realitas, menyesuaikan diri dengan relasi sosial dan eksistensi dirinya.
Menterjemahkan pemikiran dan karya-karya hebat era itu, mengedukasi kalangan terdekatnya, anak-anak dan perempuan sunda kalangan pendopo, kaum pribumi perempuan.
Lalu mendirikan sekolah khusus perempuan --suatu tindakan yang revolusioner di kala itu!
Menterjemahkan karya budaya ke dalam bahasa sunda, dan melalui itu pesan etis disampaikan. Disaat RA Kartini baru lahir, dan politik etis belum dimulai.
RA Lasminingrat perintis ke jalan politik etis itu dalam tindakan, setengah abad sebelum Belanda resmi menerapkan kebijakan politik etis di tanah jajahannya.
Baik Kartini maupun Lasminingrat, sama-sama bermula dari kesadaran diri, lalu memberontak melalui relasi sosial terdekat, dan kemudian mengemansipasi sekitarnya, suatu peristiwa lokal.
Semua pahlawan bermula dari peristiwa lokal, lalu menginspirasi banyak pihak, dan akhirnya menjadi kurikulum nasional baik dalam pendidikan atau mengenai suatu peristiwa secara nasional.
Setiap peristiwa penting di kala itu tentu tak bisa disembunyikan kepahlawanan dan emansipasinya; sekarang, dimulai beberapa tahun lalu, naskah akademis dan tulisan-tulisan ilmiah tentang RA Lasminingrat mulai bermunculan.
Kita berharap, RA Lasminingrat mendapatkan tempat yang sejajar dengan RA Kartini dan Dewi Sartika, melengkapi literasi dan keserangkaian emansipasi perempuan, politik etis dikala itu: Tiga Serangkai RA Lasminingrat, RA Kartini dan Dewi Sartika.
Kelak, nama itu akan mengkontruksi pemikiran generasi selanjutnya, dan dikenal secara nasional, setelah ditetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. (Bt/tg)
Komentar
Posting Komentar