Siswa Bunuh Diri terkait PJJ?
Oleh :
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
NEWSLETTERJABAR.COM-- Meninggalnya siswi SMA berinisial MI (16) di Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menjadi bahan evaluasi bagi kita semua entitas pendidikan. Kementerian pendidikan, birokrasi pendidikan kepala sekolah dan para guru wajib introsfeksi kolektif. Walau pun ini kasuistis dan diduga terkait PJJ.
Benarkah anak bunuh diri karena PJJ? Belum tentu! Namun walau pun demikian kita semua ekosistem dan entitas pendidikan mesti introsfeksi kolektif. Jangan sampai ada satu atau dua anak menderita karena PJJ dan layanan pendidikan yang buruk. Terutama para kepala sekolah dan guru harus benar-benar bijak melihat keragam potensi dan dinamika masalah anak didik.
Pepatah bijak mengatakan, “Tidak ada anak yang salah melainkan orang dewasa terdekatlah yang bisa disalahkan”. Siapa orang dewasa terdekat bagi anak didik? Orangtua, guru, kepala sekolah dan sejumlah pihak terdekat lainnya. Terkait anak didik yang bunuh diri meminum racun dan diduga ada kaitannya dengan masalah PJJ tentu menjadi bahan diskusi semua pihak.
Dalam tulisan terdahulu Saya memberi masukan tentang pentingnya tiga pendekatan era PJJ. Pertama lakukan PDAM Virtual. PDAM Virtual adalah pentingnya Pantauan, Dampingi, Apresiasi dan Motivasi secara virtual bagi setiap anak didik. Kedua pentingnya ada kunjungan secara sehat pada anak didik yang “hilang” keterlibatan dalam PJJ. Ketiga pentingnya paduan pembelajaran daring dan luring.
Bila setiap kepala sekolah dan guru memastikan setiap anak terdata, tercatat, terkoneksi secara daring dan luring maka akan baik-baik saja. Faktanya anak bisa tidak punya kuota, tidak punya gadget, tidak ada jaringan, sakit, hilang motivasi, tak peduli PJJ dan hal lainnya. Guru harus memastikan keadaan setiap anak didik. Bahkan yang paling utama adalah kesehatan setiap anak didik.
Jangan sampai anak didik ada yang “teraniaya” oleh era PJJ. Negara harus hadir __terutama sekolah negeri__ melalui para guru yang mendapatkan bimbingan dan arahan dari para kepala sekolah. Sekolah dan para guru adalah fasilitas negara dan kepanjangan tangan negara dalam melayani setiap anak didik. Keseriusan setiap sekolah dalam memantau kesehatan anak didik dan keterlibatan dalam belajar sangatlah penting.
Namun jangan sampai terjadi ada sejumlah guru yang tidak membedakan antara era PJJ dengan era normal luring. Era PJJ adalah era adaptasi termasuk dalam dunia layanan pendidikan. Mendikbud dan dirjen GTK sepakat saat PJJ yang utama bukan hanya target kurikulm, melainkan target utama lainnya yakni kesehatan dan keselamatan anak didik. Kesahatan dan kemandirian anak didik dalam era PJJ harus menjadi hal utama. Orangtua, guru, anak didik adalah tiga faktor terpenting sukses PJJ.
Anak didik bunuh diri karena diduga tugas yang menumpuk dan sinyal tak ada karena daerah pegunungan, harus menjadi catatan kita semua. Atau apakah ada faktor lain yang menyebabkan anak bunuh diri dan tidak terkait PJJ? Bisa jadi juga demikian? Setiap anak menyimpan masalahnya sendiri. Namun setiap anak pada dasarnya adalah bintang masa depan. Guru, orangtua, pemerintah dan masyarakat harus kolaboratif sukseskan layanan pendidikan.
Sukses setiap orangtua bukan di jabatan dan di harta yang mereka miliki saat ini. Namun sukses setiap orangtua ada di anaknya saat ini dan masa yang akan datang. Setiap anak adalah harta yang paling berharga bagi keluarga dan negara. Tidaklah heran di sejumlah negara maju, bila ada anak diterlantarkan orangtua maka akan diambil alih oleh negara. Bahakan ada bayi yang meninggal karena keteledorang orangtu, maka orangtua dipenjarakan. (*)
Komentar
Posting Komentar