Penyalur dan Pedagang Beras Wajib Cantumkan Merk Dagang, Pelanggar bisa Terjerat Pidana
GARUT, NEWSLETTERJABAR.COM-- Penyaluran beras program sembako atau dikenal dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Garut banyak yang tidak menggunakan label pengemasan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2019. Hal itu mendapatkan tanggapan dari praktisi hukum yang juga seorang pengacara di Garut, Budi Rahadian, SH.
Menurut Budi, berdasarkan amanat Undang-Undang dan Peraturan Menteri Perdagangan, pencantuman label dalam kemasan beras harus dilakukan pihak penyalur dan pengusaha beras guna menjamin kualitas beras.
"Kalau tidak mencantumkan label pada kemasan beras, jelas menyalahi aturan dan bisa dijerat pidana," ujar Budi Rahadian, SH, Selasa (29/09/2020).
Ditambahkan Budi, dalam Peratuaran Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2019 dijelaskan, harus memuat keterangan mengenai merk; jenis beras (berupa beras premium, medium atau khusus); termasuk prosentase butir patah dan derajat sosoh; keterangan dalam hal beras dicampur dengan varietas lain; berat/isi bersih (netto) dalam satuan kilogram atau gram; nama dan alamat pengemas beras atau importir beras.
"Memang Permendag tersebut tidak mengatur dalam penyaluran program Bansos. Namun, sebaiknya para pelaku usaha harus mencantumkan label dalam kemasan beras. Soalnya, bisa menjamin dengan kualitas berasnya itu sendiri. Intinya biar tertib dan mendapatkan legalitas yang kuat," kata dia.
Budi juga menjelaskan, jika pelaku usaha tidak mencantumkan merk atau label pada kemasan, selain melanggar peraturan Permendag, pelanggar bisa dikenakan sanksi yang berat.
Selain harus menarik barang dengan biaya sendiri, lanjut dia, hal itu bisa berujung pada pencabutan izin usaha, termasuk bisa dijerat pidana.
“Berdasarkan pasal 104 UU No 7 tahun 2014 tentang perdagangan,sanksi pidananya maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp5 miliar,” pungkas Budi. (tim iwo)
Komentar
Posting Komentar